AipusatID – Indeks dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah, sehingga banyak mata uang Asia justru mencatatkan penguatan signifikan. Data terbaru dari Bloomberg per 3 Juli menunjukkan dolar Taiwan (TWD) melesat 4,03% dalam sebulan terakhir, kini diperdagangkan di level 28,833 per USD. Sedangkan dolar Singapura (SGD) menguat 1,09% dan kini berada di kisaran 1,2757 per USD.
Penguatan ini bukan hanya sentimen sesaat. Tren pelemahan dolar AS yang terus berlanjut memberi angin segar bagi berbagai mata uang Asia untuk turut menguat.
Baca juga: Cara Cerdas Memulai Investasi Saham: Panduan Lengkap untuk Pemula agar Tak Salah Langkah
Siapa dan Mengapa Terangkat?
Dolar Taiwan Naik Tajam
Mata uang Taiwan mencatatkan kenaikan paling menonjol, sekitar +4,03% seiring investor global mencari alternatif saat dolar AS kehilangan pamor.
Dolar Singapura Mulai Bersinar
SGD juga tak ketinggalan. Penguatan 1,09% dalam sebulan terakhir menandakan kepercayaan pasar terhadap prospek ekonomi Singapura.
Baca juga: Usai Diretas, Nobitex Mulai Pulihkan Layanan Kripto Secara Bertahap
Tren Pelemahan Dolar Berlanjut
Tren ini menunjukkan bahwa mata uang Asia akan terus punya momentum positif hingga akhir tahun. Penguatan didorong oleh arus modal dan sentimen global yang mendukung dolar AS masih melemah .
Analisis dan Prospek ke Depan
- Dolar AS Masih Tertekan – Indeks dolar yang melemah, didorong oleh rencana pelonggaran kebijakan moneter Bank Sentral AS, memberi ruang bagi mata uang Asia untuk naik.
- Pelaku Pasar Beralih Haluan – Investor mulai kembali ke mata uang Asia, memanfaatkan momentum dolar melemah.
- Pengaruh Global yang Berkelanjutan – Sensitivitas terhadap data ekonomi AS, agenda suku bunga, dan hubungan dagang global bisa terus menekan dolar dalam beberapa bulan ke depan.
Tekanan Ganda pada Dollar
Sejak awal tahun 2025, indeks dolar (DXY) mencatat penurunan paling tajam sejak era Nixon—turun lebih dari 10% pada paruh pertama 2025. Dua faktor utama: meningkatnya kekhawatiran atas defisit fiskal AS—setelah proposal pengeluaran besar Trump—dan ekspektasi pelonggaran moneter The Fed dengan potensi cut suku bunga .
Baca juga: Pahami Jenis-jenis Saham dan Keuntungannya Sebelum Berinvestasi
1. Kebijakan Ekonomi dan Risiko Fiskal AS
Investor global meragukan kredibilitas jangka panjang dolar sebagai safe haven. Defisit besar dan usulan anggaran “extra” senilai US$3,3 triliun memicu kekhawatiran kredit dan inflasi, mendorong modal keluar dari dolar .
2. Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Pasar saat ini sudah mengantisipasi kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Fed, terbuka terhadap perubahan kepemimpinan jika Trump jadi menggantikan Powell. Harapan akan kebijakan dovish turut menjatuhkan dolar.
3. Tren Diversifikasi dari Aktor Global
Bank sentral dan dana besar di Asia mulai mengurangi eksposur dolar dan beralih ke mata uang regional. Taiwan, Korea, dan Singapura melaporkan repatriasi dana dan hedging signifikan seperti penggunaan kontrak forward. Lonjakan TWD 12% YTD mencerminkan pergeseran ini.
4. Meredanya Ketegangan Perdagangan AS–China
Perlambatan retorika tarif dari AS, ditambah kabar positif seputar perjanjian dagang bilateral, meningkatkan kepercayaan investor. Survei Reuters menyebut long positions pada yuan, won, peso, dan rupiah kembali naik karena sentimen positif perdagangan.
5. Fundamen Ekonomi Asia Lebih Solid
Bank-bank sentral di Asia tidak akan terkejar mengekor pemangkasan suku bunga Fed. Cukup banyak yang mempertahankan atau bahkan mengetat, seperti Taiwan dan Jepang. Ditambah surplus neraca berjalan dan pertumbuhan ekspor berbasis teknologi memberi dukungan nilai fundamental mata uang lokal.
Baca juga: Mau Cuan dari Rumah? Ini Cara Investasi Saham Online yang Aman untuk Pemula
Dampak dan Prospek ke Depan
- Penguatan Terhadap Dolar: Data per 3 Juli menunjukkan TWD +4%, SGD +1,1%, INR +0,3%, dan rupiah juga menikmati sedikit apresiasi.
- Tekanan Ekspor: Mata uang yang terlalu cepat menguat—seperti di Taiwan—dapat mengganggu daya saing ekspor dan rapor perusahan besar seperti TSMC dan Foxconn .
- Volatilitas Tinggi: Bila AS lanjut pangkas bunga atau pernyataan kebijakan berubah, mata uang Asia bisa mengalami gejolak. Bank sentral di Asia mungkin kembali meng-intervensi untuk kestabilan .
Pelemahan dolar AS adalah buah dari kombinasi risiko fiskal, kebijakan moneter longgar, diversifikasi global, perbaikan hubungan dagang, dan fondasi ekonomi Asia yang kuat. Mata uang Asia seperti TWD, SGD, INR, won, dan baht kini berada di momentum positif.
Namun, bagi eksportir dan pelaku bisnis lintas negara, perlu diwaspadai fenomena “appreciation angst” dan potensi intervensi moneter. Sedangkan investor jangka menengah hingga panjang mendapatkan peluang menarik lewat penguatan relatif mata uang regional.