JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah pada akhir perdagangan Rabu, 25 Juni 2025. Indeks mengalami penurunan sebesar 0,54% dan berakhir di level 6.832,14, mencerminkan tekanan jual yang melanda sejumlah saham unggulan.
Berdasarkan data dari RTI Infokom, IHSG sempat bergerak fluktuatif sepanjang sesi perdagangan, berada di kisaran level 6.814 hingga 6.917. Walaupun indeks terkoreksi, kapitalisasi pasar tercatat justru meningkat menjadi Rp12.024 triliun. Ini menunjukkan bahwa meskipun tekanan jual masih mendominasi, minat terhadap saham-saham tertentu tetap tinggi.
Secara keseluruhan, pasar dihiasi oleh pergerakan yang cukup variatif: sebanyak 212 saham berhasil menguat, 401 saham mengalami penurunan, dan 186 saham stagnan alias tidak mengalami perubahan harga.
Baca juga: Berapa Harga Emas Antam, UBS, dan Galeri 24 di Pegadaian Hari Ini?
Saham Blue Chip Tertekan
Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi salah satu saham dengan nilai transaksi terbesar, mencapai Rp1 triliun. Meski demikian, saham bank swasta terbesar di Indonesia ini ditutup turun 1,99% ke level Rp8.600 per saham.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), yang juga termasuk saham big cap sektor perbankan, turut menambah tekanan pada IHSG. Saham BMRI turun 2,89% ke harga Rp4.880 per lembar, dengan nilai transaksi harian sebesar Rp688 miliar.
Tak hanya sektor perbankan, saham komoditas juga mengalami koreksi tajam. Saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) terjun 5,18% ke posisi Rp2.930. Saham-saham lainnya seperti PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) dan PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) juga melemah cukup signifikan, masing-masing sebesar 4,27% dan 4,55%.

Sentimen Eksternal Pengaruhi Pasar
Pelemahan IHSG kali ini tak lepas dari sentimen global yang masih membayangi pasar. Tim Riset CGS International Sekuritas dalam laporannya menjelaskan bahwa penguatan indeks di Wall Street belum mampu memberikan dampak positif penuh ke pasar dalam negeri.
Kondisi geopolitik yang membaik, terutama optimisme mengenai potensi gencatan senjata yang langgeng antara Iran dan Israel, sempat mendukung psikologis pasar global. Namun demikian, turunnya harga minyak mentah dan emas justru dianggap berpotensi menimbulkan tekanan di pasar saham karena dapat mengurangi sentimen terhadap sektor energi dan tambang.
Fokus ke The Fed dan Kebijakan Suku Bunga
Dari sisi makroekonomi, pelaku pasar masih mencermati perkembangan kebijakan moneter Amerika Serikat. Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, menilai bahwa fokus investor dalam waktu dekat tertuju pada pidato beberapa pejabat The Federal Reserve (The Fed) yang dijadwalkan berlangsung pada hari yang sama, Rabu (25/6).
“Pasar akan mencari petunjuk baru terkait arah kebijakan suku bunga. Apakah The Fed akan mulai mempertimbangkan penurunan suku bunga di tengah desakan politik dari Presiden Trump,” ujar Ratna.
Menurutnya, ekspektasi terhadap arah kebijakan bank sentral AS menjadi krusial, mengingat kebijakan tersebut berpotensi memengaruhi arus dana asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
IHSG saat ini berada dalam tekanan akibat kombinasi faktor domestik dan eksternal. Koreksi harga pada saham-saham unggulan seperti BBCA, BMRI, dan ANTM memperparah tekanan tersebut. Di sisi lain, investor juga masih menanti kejelasan dari kebijakan global, khususnya dari bank sentral Amerika Serikat serta dinamika geopolitik Timur Tengah, yang masih menjadi perhatian utama pasar.
Pelaku pasar disarankan tetap berhati-hati dan memperhatikan indikator teknikal serta perkembangan global yang dapat memberikan arah jangka pendek terhadap pergerakan IHSG.